Selamat Datang di Blog Pagaruyungtour...... Kami mengajak anda Menikmati Paket Wisata menusuri Sejarah, Budaya dan Keindahan Alam Minang Kabau....Pilih Paketnya sekarang juga!.....Get the unforgetable journey! Join us now!...Contact : +62 812 6618 717, +6285669056158 atau Email: pagaruyungtour@gmail.com

Selasa, 25 Oktober 2011

Menikmati Sunset di Bukit Shaduali Indah









            Secara geografis Nagari Rambatan termasuk dalam kecamatan Rambatan, jaraknya sekitar 7 km dari pusat Kota Batusangkar. Nagari itu mempunyai potensi wisata yang kini sedang dikembangkan dengan nama Bukit Shaduali, yang panoramanya mampu melihat ke seluruh Kota Batusangkar.
           Selama ini Bukit Shaduali sudah dikenal masyarakat Rambatan, namun belum muncul keinginan untuk mengembangkannya sebagai objek wisata. Kawasan yang berada diketinggian itu selama ini hanya dijadikan ajang berburu babi bagi anggota Porbi setempat maupun Sumbar.
          Baru setelah mantan Wakil Bupati Tanah Datar Aulizul Syuib memunculkan gagasan untuk menjadikan kawasan itu sebagai objek wisata yang punya potensi lebih. Setelah melalui berbagai kajian dan juga masukan sejumlah pihak, maka niat Aulizul Syuib ingin menjadikan areal Bukit Shaduali sebagai tempat wisata baru Tanah Datar mendapat respon positif berbagai pihak tak terkecuali Wali Nagari setempat kala itu.
        Gagasan mantan Wabup ini untuk menjadikan kawasan Bukit Shaduali sebagai tempat wisata itu muncul saat beliau meninjau kebunnya yang ada di dekat Bukit tersebut. Kemudian niat itu disampaikan kepada kami. Setelah ditimbang—timbang, nyatanya ide itu masuk akal. Lalu kami menyatakn setuju kawasan bukit itu dikembangkan, ungkap Wali Nagari Rambatan, A Majo Lelo kepada Padang Ekspress kemarin.
          Gagasan mantan Wabup itu juga direspons oleh Bupati Shadiq Pasadigoe, buktinya Bupati merasa optimis kawasan itu bakal menjadi ikon pariwisata Tanah Datar yang baru. Keseriusan Shadiq tidak sampai disitu saja, malah Bupati ingin membuat master plan  pembangunan kawasan wisata tersebut. Selain itu, juga direncanakan pembangunan seperti jalan dan lainnya menuju  objek wisata tersebut. Kemudian juga akan dibangun restoran, tower penginapan dan arena pertunjukan , toilet, mushola dan lainnya.
           Secara keseluruhan, luas areal Bukit Shaduali yang akan disulap menjadi kawasan wisata cukup luas. Tidak itu saja, seluas 93 hektar tanah masyarakat di dua jorong disekitar lokasi juga dikembangkan untuk pengembangan objek wisata Bukit Shaduali tersebut.
          “Anda jangan heran jika hari cerah, pesona Bukti Shaduali makin terpancar. Bahkan dihari libur atau minggu pagi, cukup banyak pengunjung yang datang sekedar melepas penat”, imbuh A Majo Lelo lagi.
            Pada 2010 lalu, di Bukit Shaduali pernah dilakukan beberapa kegiatan diantaranya Lomba Kaligrafi oleh Pesantren Al Hira/ pramuka islami, shooting sunset oleh PWRI pusat, hiking pramuka, penanaman 1.000 pohon oleh Mneteri Perkebunan dan Gubernur Sumatera Barat yang waktu itu dijabat oleh Gamawan Fauzi, termasuk pembacaan puisi oleh Taufik Ismail dan sejumlah Budayawan Sumbar. Malah yang teranyar bahwa kawasan Bukit Shaduali dijadikan bagian dari lokasi Jambore Budaya Indonesia  dan Malaysia. Termasuk daerah lintasan dua etape Tour De Singkarak Juni lalu.
          A Majo Lelo mengklaim, keindahan Bukit Shaduali akan lebih terlihat menjelang Magrib masuk. Di tempat itu pengunjung disuguhi View yang menakjubkan dengan munculnya kerlap—kerlip dari tiap rumah warga kota Batusangkar (Mustafa Akmal).


Sejarah Vander Capellen










Benteng Van der Capellen merupakan salah satu peninggalan benda cagar budaya di Batusangkar Kabupaten Tanah Datar. Situs dan bangunan benteng tersebut memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Keberadaan Benteng Van der Capellen tidak terlepas dari peristiwa peperangan antara Kaum Adat melawan Kaum Agama yang terjadi sekitar tahun 1821. Hal ini terjadi karena adanya pertentangan Kaum Agama yang dipelopori oleh tiga orang Haji yang baru kembali dari Mekah dan ingin melakukan pemurnian ajaran agama Islam.
Waktu itu masyarakat Minangkabau telah banyak melakukan praktek budaya sehari-hari yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, misalnya adu ayam, berjudi, minum minuman keras dan sebagainnya. Namun gerakan pemurnian ajaran agama Islam ini tidak berjalan mulus dan memperoleh tantangan dari Kaum Adat. Dalam kondisi demikian, pertentangan antara Kaum Adat dan Kaum Agama semakin meruncing dan konflik terbuka antara keduanya tidak dapat dihindarkan lagi.
Konflik terbuka berupa peperangan fisik antara Kaum Adat dan Kaum Agama membuat Kaum Adat meminta bantuan Belanda yang pada waktu itu sudah berkedudukan di Padang. Pasukan Belanda dibawah pimpinan Kolonel Raff masuk ke Tanah Datar untuk melakukan penyarangan kepada rakyat.
Sesampai di Batusangkar, pasaukan Belanda dipusatkan di suatu tempat yang paling tinggi di pusat kota, lebih kurang 500 meter dari pusat kota. Pada tempat ketinggian inilah pasukan Belanda kemudian membangun sebuah benteng yang permanen. Bangunan benteng pertahanan yang dibangun pada tahun 1824 ini berupa bangunan yang memiliki ketebalan dinding 75 cm dan ± 4 meter dari dinding bangunan dibuat parit dan tanggul pertahanan yang melingkar mengelilingi bangunan. Bangunan inilah yang kemudian diberi nama Benteng Van der Capellen, seseuai dengan nama Gubernur Jendral Belanda pada waktu itu.
Dengan adanya benteng pertahanan yang permanen dan strategis, maka secara militer dan politis memudahkan Belanda untuk menguasai wilayah sekitar Batusangkar. Hal ini menandakan beratnya perjuangan  kolonial  Belanda di Tanah Datar sehingga harus membuat benteng. Kesempatan demikian akhirnya bukan hanya bertujuan untuk memadamkan gerakan Kaum Agama, tetapi sekaligus untuk menguasai secara politis kawasan Tanah Datar dan sekitarnya. Konflik ini akhirnya berkembang menjadi Operasi Militer Belanda. Kenyataan demikian menyadarkan Kaum adat yang semula mengizinkan Belanda untuk masuk ke Tanah Datar.
Keberadaan Belanda di Batusangkar sampai saat meletusnya Perang     Dunia II. Pada saat Jepang berhasil merebut Sumatera Barat kemudian Belanda meniggalkan Batusangkar. Benteng Van der Capellen kemudian dikuasai oleh Badan Keamana Rakyat (BKR) dari tahun 1943-1945. Setelah Indonesia berhasil merebut kemerdekaan dari penjajahan Jepang, Benteng Van der Capellen kemudian dikuasai oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sampai tahun 1947. Pada waktu Agresi Belanda II, Benteng Van der Capellen kembali dikuasai Belanda selama dua tahun, yaitu tahun 1948-1950.
Setelah Belanda meninggalkan Batusangkar, Benteng Van der Capellen kemudian dimanfaatkan oleh PTPG yang merupakan cikal bakal IKIP Padang (sekarang Universitas Negeri Padang) untuk proses belajar mengajar yang saat itu diresmikan olah Prof. M. Yamin, SH. Pemakaian bangunan benteng untuk PTPG berlangsung sampai tahun 1955 dan pada tahun itu juga PTPG dipindahkan ke Bukit Gombak.
Benteng Van der Capellen kemudian dijadikan sebagai markas Angkatan Perang Republik Indonesia.
Pada saat meletus peristiwa PRRI tahun 1957, Benteng Van der Capellen dikuasai oleh Batalyon 439 Diponegoro yang kemudian diserahkan kepada POLRI  pada tanggal pada tanggal 25 Mei 1960. Oleh POLRI kemudian ditetapakan sebagai Markas Komando Resort Kepolisian (Polres) Tanah Datar dan berlanjut hingga tahun 2000. Sejak tahun 2001, Benteng Van der Capellen dikosongkan karena Polres Tanah Datar telah pindah ke bangunan baru yang berada di Pagaruyung.
Beberapa perubahan bangunan, antara lain atap yang semula berupa atap genteng diganti dengan atap seng pada tahun 1974.
Pada tahun 1984 dilakukan penambahan ruangan untuk serse dan dibangun pula TK Bhayangkari. Parit yang masih ada disebelah kanan dan kiri bangunan benteng ditimbun dan diratakan pada tahun 1986. Selain itu, ruangan sel tahanan yang semula terdiri dari 4 ruangan, dibongkar satu sehingga tinggal menjadi 3 ruangan. Perubahan bangunan terakhir kalinya terjadi pada tahun 1988, yaitu berupa penambahan bangunan kantin dan bangunan untuk gudang.
Pada Tahun 2008 sebahagian dari bangunan Benteng Van der Capellen telah direnovasi oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala kemudian akan dilanjutkan pada tahun anggaran 2009, yaitu mengembalikan ke bentuk aslinya.
   

Tenunan Tradisional Pandai Sikek













Masyarakat Nagari Pandai Sikek Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar, yang mengatakan :   “Gadih  nan indak tahu jo Liang Karok bukanlah gadih Pandai Sikek”  .  Ungkapan yang telah dipopulerkan sejak setengah abad yang lalu itu sebenarnya adalah untuk memotivasi para gadis di Nagari Pandai Sikek agar pandai menenun atau membuat kain tenunan.  Maksudnya semua gadis di situ agar tahu dengan cara menenum dengan berbagai macam motifnya. Akhirnya hampir semua gadis Pandai Sikek bisa menenun dan mempunyai alat tenun di rumah-rumahnya.   Kini tenunan Pandai Sikek yang disebut sebagai tenunan antik itu telah merajah hingga ke mancanegara di Asia terutama ke Malaysia, Singapore serta Brunei.  Bahkan setiap hari Nagari Pandai Sikek senantiasa dikunjungi oleh ratusan orang wisatawan mancanegara dan domestik serta telah dijadikan sebagai rute tetap tour wisata oleh beberapa travel biro.   Kini tenun Pandai Sikek tidak hanya sekedar identitas sebagai upaya mempertahankan budaya, akan tetapi sudah menjadi komoditas ekonomi yang diandalkan.
       Tokoh-tokoh yang mengembangkan tenunan Pandai Sikek dengan berbagai motiv itu sejak tahun 1950-an antara lain adalah : Hj. Jalisah, Nek Ubah, Nek Pasha, Uwo Rayam, Amai Ipah dan lainnya.  Akan tetapi jauh sebelumnya, yaitu mulai tahun 1900-an tenun Pandai Sikek ini telah mulai dikembangkan oleh seorang tokoh yang bernama Ibu Saleha.  Pada waktu itu sudah mulai banyak peminatnya baik dari dalam Nagari Pandai Sikek sendiri maupun dari luarnya.  Kemudian terjadi peristiwa pembumihangusan Nagari Pandai Sikek oleh kolonial Belanda sehingga banyak peralatan tenun yang terbakar.  Barulah pada tahun 1950-an itu Hj.Jalisah dan kawan-kawan kembali menghidupkan kerajinan tenun Pandai Sikek (informasi dari Pusat Inovasi Tenun Pandai Sikek, 2008).
       Hari Jumat, 19 Desember 2008 yang lalu di Hotel Pangeran Padang dalam sebuah acara diumumkan bahwa Nagari Pandai Sikek dinobatkan sebagai  “Nagari Wisata Sumatera Barat Tahun 2008”  dan dianugerahi  “West Sumatera Tourism Award”   menyisihkan beberapa nagari lainnya.  Penilaian dilakukan oleh suatu tim yang independent bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Sumatera Barat.  Begitu independent-nya penilaian maka jadwal penilaian dan tim penilaipun tidak diberitahukan sehingga tidak ada yang dipersiapkan, tidak ada rekayasa.  Berarti penilaiannya adalah sesuai dengan kondisi yang sebenarnya sebagaimana yang terjadi sehari-hari di nagari-nagari tersebut. Kalau melihat kesibukan masyarakat Nagari Pandai Sikek setiap hari yang berhubungan dengan aktifitas kepariwisataannya, maka wajarlah Nagari Pandai Sikek memperoleh penghormatan yang begitu tinggi, yaitu sebagai Nagari Wisata Sumatera Barat Tahun 2008.
       Nagari Pandai Sikek adalah satu dari delapan nagari yang ada di Kecamatan X Koto Kabupaten Tanah Datar.   Udaranya sejuk cenderung dingin karena berada di kaki gunung Singgalang berada pada ketinggian 700 s/d 1000 meter di atas permukaan laut. 
Nagari Pandai Sikek sebagian orang menganggab masuk wilayah Kota Padang Panjang, dan ada pula yang mengatakan masuk Kabupaten Agam karena memang agak dekat ke daerah tersebut.  Akan tetapi sesungguhnya Nagari Pandai Sikek termasuk dalam wilayah administrative Kabupaten Tanah Datar.  Nagari ini mudah dijangkau karena dekat dengan jalan raya Padang – Bukittinggi, sekitar 80 Km dari Padang dan 10 Km dari Bukittinggi.  Dari jalan raya itu masuk ke dalam sekitar tiga kilometer.
Pemandangan alam Nagari Pandai Sikek sangatlah menakjubkan karena di hadapannya juga menjulang tinggi gunung Merapi, sementara di belakangnya menjaga gunung Singgalang.  Mungkin karena pemandangan alamnya yang indah itulah yang menimbulkan inspirasi jiwa seni kepada masyarakatnya.  Orang Pandai Sikek tidak hanya pandai membuat tenunan antik, tapi tangan-tangannya juga piawai mengukir dan membuat berbagai bentuk kerajinan (souvenir) lainnya.  Mungkin tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa pengrajin di Pandai Sikek hampir menyamai pengrajin di Pulau Bali.  Banyak macam souvenir yang dihasilkan oleh Pandai Sikek dan menjadi buah tangan bagi  wisatawan yang berkunjung ke Sumatera Barat.   Pada dasarnya motiv tenunan Pandai Sikek berasal dari alam dengan filosofinya alam takambang jadi guru, berbentuk : kaluak paku, pucuak rabuang, balah kacang, tampuak manggih, aka cino, bijo bayam, ilalang rabah, saik galamai, sajamba makan dan lain sebagainya.
Kemudian produksi lainnya dari Nagari Pandai Sikek adalah hasil pertanian berupa sayur-sayuran organik yang juga banyak diminati masyarakat Sumatera Barat.  Sebagian dipasok ke Riau dan juga ada yang telah diekspor ke Singapore dan Malaysia.   
       Dalam perjalanannya ternyata kerajinan tenun Pandai Sikek juga menghadapi cukup banyak kendala, seperti sulitnya mendapatkan benang tenun, masih kurangnya inovasi, terbatasnya modal, sempitnya pemasaran dan masih relative rendahnya dampak ekonomi untuk pengrajin.  Di samping itu tengkulak juga bermain dalam pemasaran hasil karya seni masyarakat ini.  Hal tersebut menjadi perhatian bagi Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Pusat yang dipimpin oleh Ibu Mufida Jusuf Kalla.  Akhirnya isteri Wakil Presiden RI yang asli Lintau Buo itu memprakarsai membangun sekolah tenun di Pandai Sikek.  Maksudnya adalah untuk membantu pengembangan, peralatan, permodalan, tenaga ahli dan pemasarannya.
Pada hari Kamis tanggal 5 Juni 2008, Ibu Mufidah Jusuf Kalla meresmikan Pusat Inovasi Pengembangan Tenun Pandai Sikek tersebut. Diharapkan tenunan Pandai Sikek akan semakin berkembang dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakatnya.
Selagi masyarakat Pandai Sikek masih terus memainkan jemarinya menenun dan mengukir, maka wisatawan akan terus berkunjung ke sana.  Mereka beramai-ramai menyaksikan kepiawaian orang Pandai Sikek merajut benang menjadi sehelai kain bercorak bagus dan bernilai tinggi. Selamat kepada masyarakat dan Pemerintah Nagari Pandai Sikek yang telah dinobatkan sebagai Nagari Wisata Sumatera Barat Tahun  (Bsk, Alljam).





Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktop